Jumat, 14 September 2007

Rumah Susun

Pemerintah mengebut pembangunan rumah susun, tapi masih banyak kendala di sana-sini

Pemerintah mempercepat pembangunan rumahsusun di kota-kota besar. Animo masyarakat untuk membeli rumah bertingkat ini cukup besar. Namun sayang, kredit pemilikan rusun ternyata masih minim.

Jakarta makin sumpek, urbanisasi terus mengalir. Walhasil kebutuhan perumahan terus membeludak. Badan Pusat Statistik terkaget-kaget memelototi angka ledakan kebutuhan rumah, lebih dari 800.000 unit.

Maka, sesuai hukum ekonomi, banyaknya permintaan membuat harga tanah terus meroket. Ujungnya, pembangunan perumahan cenderung menjauh dari tempat kerja para penghuninya. Kemacetan menjadi karib warga Jakarta sehari-hari. Tak cuma pagi sore, tapi kini pagi, siang, sore, bahkan malam.

Untuk mengurai benang kribo tersebut, pemerintah tak tinggal diam. Lalu muncul rencana pembangunan 1.000 menara rumah susun (rusun) hingga tahun 2011. Pembangunan rusun ini tak cuma di Jakarta, tapi di perkotaan lain dengan jumlah penduduk lebih dari 1,5 juta jiwa.

Kota-kota tersebut meliputi Medan, Batam, Palembang, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Banjarmasin, dan Makassar. Dengan pembangunan rusun yang menjulang, tentu pengembang dapat menghemat biaya pengadaan tanah.

Program tersebut terbagi dalam dua macam rusun. Keduanya adalah rusun hak milik (rusunami) yang kepemilikannya akan diperjualbelikan, dan rusun sederhana sewa (rusunawa).

Agar tak kena cap omdo alias omong doang, pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden No. 22 Tahun 2006 tentang pembangunan rusun di kawasan perkotaan. Namun, pembangunan proyek ini tak semudah menjentikkan jari tangan. "Untuk itu, perlu bantuan pemerintah daerah, serta para pelaku bisnis agar kebutuhan rusun terpenuhi," ujar Deputi Bidang Perumahan Formal Kementerian Negara Perumahan Rakyat Zulfi Syarif Koto.

Ia mengakui, sulit mengejar target pembangunan rusun sebanyak 1.000 tower atau sekitar 350.000 unit, kalau hanya mengandalkan anggaran dari pemerintah. Soalnya, untuk merealisasikan satu tower rusuna setinggi 20 lantai saja butuh anggaran sedikitnya Rp 50 miliar.

Maka, pemerintah berharap adanya partisipasi swasta dan badan usaha milik negara (BUMN). Dengan begitu, masyarakat bisa memperoleh harga jual atau sewa yang masih bisa terjangkau.

Paling besar adalah biaya pembebasan tanah

Betul, pembangunan rusun jelas butuh dana besar. Dana tersebut akan tersedot untuk biaya pembebasan tanah, pembangunan gedung dan infrastruktur, penyediaan fasilitas umum, plus biaya proses perizinan dan birokrasi.

Berdasarkan kebijakan dan rencana strategis pembangunan rusun kawasan perkotaan pada tahun 2007 hingga 2011, biaya keseluruhan pembangunan rusun diperkirakan mencapai Rp 56,89 triliun. Gede, kan?

Sumber pembiayaannya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) plus Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) provinsi/ kabupaten/ kota sebesar Rp 6,15 triliun. Sumber dana terbesar berasal dari badan usaha dan masyarakat, yakni sebesar Rp 50,73 triliun. -

Porsi dana APBN yang cukup besar, diperkirakan mencapai Rp 4,3 triliun, digelontorkan untuk mendukung fasilitas subsidi kredit pemilikan rusun. Duit sebesar Rp 1,7 triliun mengalir untuk kegiatan peningkatan kualitas penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas kawasan perkotaan dan lingkungan rusun.

Demi memuluskan target pembangunan 1.000 menara, pemerintah pun memberikan pemanis bagi para pengembang, yakni fasilitas pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang diteken April lalu. Menteri Negara Perumahan Rakyat M. Yusuf Asy`ari menjelaskan, cukup banyak pengembang swasta yang sudah menyatakan minatnya untuk ikut serta dalam pembangunan rusun. "Beberapa di antaranya adalah pengembang asing yang bekerjasama dengan pengembang dalam negeri," ujarnya. Pengembang tersebut antara lain PT Prima Land Internusa, Eden Capital, Encap Bhd Malaysia, Arab Saudi United, PT Pulau Intan, PAMB Group, Gapura Prima Group, dan PT Bina Kualitas Teknik (lihat boks: Beberapa Pengembang yang Siap Membangun Rumahsusun).

Sudah ada rusun yang ludes terjual

Dari berbagai calon rusun di seluruh tanah air, Jabodetabek paling siap. Di kawasan ini pemerintah bakal menggarap 19 rusuna hingga akhir tahun 2007.

Dari jumlah itu, 15 proyek rusuna bakal dibangun di Jakarta. Proyek tersebut siap hadir di Pulogebang, Kemayoran, Manggarai, Berlan, Otto Iskandardinata, Pademangan, Tanahabang, Marunda, Semanan, Rawabebek, Rorotan, Muara Angke, Penjaringan, Kelapa Gading, dan Pulomas.

Dari jumlah tersebut, enam lokasi merupakan pembaruan rusun (renewal). Sedangkan sembilan lokasi lainnya adalah proyek baru (new development). "Untuk tahun 2007, pemerintah provinsi akan membangun empat blok atau 400 unit rusunawa di Marunda, dan 12 tower (3.800 unit) rusunami, serta 4 tower (320 unit) rusunawa di Pulogadung," kata Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso.

Bagaimana minat masyarakat? Soraya, Kepala Bidang Tata Rumah dan Lingkungan Perumahan Kemenpera, bilang bahwa animo masyarakat untuk tinggal di rusun cukup besar. Ini terbukti dari tingkat penjualan di beberapa rusun baru yang sudah dijual.Rusun Cawang, misalnya, dari 731 unit yang ditawarkan, semua Pembelinya sebagian besar adalah para karyawan PT Jasa Marga.

Rusun di Pulogebang juga hampir habis terjual. "Lokasi rusun yang terletak di pusat kota memang menjadi daya tarik. Apalagi pemerintah juga memberikan subsidi," ujar Soraya. - - -

Sayang, banyak perbankan yang belum tertarik membiayai pembelian rusun ini. Sekarang baru tercatat Bank Tabungan Negara (BTN) dan bank perkreditan rakyat (BPR) milik pemerintah daerah saja yang komit menuangkan kredit pemilikan rusun. "Bank BTN menyediakan alokasi dana Rp 1 triliun," ujar Direktur Utama BTN Kodradi.

Kantor Kemenpera telah mengelompokkan harga serta target penghuni rusun ini. Syarat menempati rusun adalah perorangan yang belum pernah menerima subsidi perumahan.

Syarat penghasilannya adalah Rp 3,5 juta sampai dengan Rp 4,5 juta untuk menempati rusun tipe 36 dengan harga sekitar Rp 144 juta. Sedangkan yang berpenghasilan Rp 2,5 juta sampai Rp 3,5 juta ditawari rusun tipe 30 dengan harga Rp 125 juta.

Adapun untuk masyarakat yang berpenghasilan Rp 1,7 juta sampai Rp 2,5 juta bisa tinggal di rusun tipe 27 dengan harga Rp 110 juta. Kelompok sasaran adalah keluarga (rumahtangga) termasuk perorangan.

Selain untuk para pembeli baru, rusun ini juga diperuntukan bagi penghuni liar di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung. "Kita bangun dulu rusunnya di sepanjang DAS itu, baru kemudian mereka kita pindahkan. Kalau sekarang kita pindahkan, enggak bisa dalam situasi seperti ini," ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Khusus untuk keperluan relokasi ini pemerintah akan merogoh kocek Rp 12,9 triliun. Perinciannya, Rp 9,7 triliun untuk biaya konstruksi dan Rp 3,2 triliun untuk biaya penyediaan lahan.

"Kami berharap dukungan dana dari APBN, terutama untuk kebutuhan konstruksi sebesar Rp 9,7 triliun," ujar Sutiyoso. Saat ini, Pemprov DKI Jakarta telah merelokasi lebih dari 5.000 jiwa ke rusun di Cengkareng.

Sungguh, permintaan rusun memang banyak. Sekarang tinggal bagaimana keseriusan pemerintah, pihak swasta, dan BUMN dalam membantu pembangunannya, serta perbankan yang diharapkan mengucurkan dana demi suksesnya rusun itu.
+++++

Rengekan Pengembang:Insentifnya Masih Kurang

Niat pemerintah untuk membangun 1.000 menara rumah susun hingga tahun 2011 masih menemui beberapa hambatan. Ketua Dewan Pengurus Daerah Real Estate Indonesia (DPD REI) DKI Jakarta Tulus Santoso bilang, bila seluruh pembangunan 1.000 menara tersebut rampung, belum tentu ada warga yang mau memiliki rumah susun itu. "Meskipun harganya murah, masyarakat masih beranggapan harga rumah susun sederhana masih sama mahal dengan apartemen," ujar Tulus.

Itu sebabnya DPD REI meminta agar pemerintah memberikan insentif bagi warga yang bersedia membeli rumah susun sederhana (rusuna). Sekadar informasi, kini harganya sekitar Rp 144 juta untuk tipe 21-tipe 36. Ini tergantung lokasinya.

Salah satu usulan DPD REI untuk insentif ini adalah pemerintah bersedia menurunkan harga rusuna sekarang. "Kalau harga rumah susun jauh lebih murah dibandingkan dengan harga rumah biasa, masyarakat pasti mau pindah ke rusuna," tutur Tulus.

Ia mengakui, pemerintah memang sudah memberikan insentif kepada warga yang ingin membeli rusuna. Insentif itu misalnya berupa pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), pemberian uang muka bunga kredit pemilikan rusuna, hingga subsidi selisih bunga. "Namun, itu belum cukup karena harga Rp 144 juta masih terlalu mahal," ujar Tulus.

Sebagai tambahan lagi, DPD REI DKI Jakarta mengusulkan agar pemerintah juga memberikan insentif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), tarif air, dan tarif listrik. "Kami minta tarif listrik dan air yang flat," ujarnya lagi. Alasannya, penghuni rusuna juga seperti penghuni apartemen yang terkena tarif listrik dan air yang tinggi di atas tarif normal di saat beban puncak.

Tak hanya untuk pembeli, kata Tulus, pengembang juga butuh doping agar proyek ini sukses. Sebab, para pengembang menemui banyak hambatan bila berpartisipasi dalam proyek ini.

Wakil DPD REI Pandu Gurandito mengakui, pemerintah memang sudah memberikan doping dengan membebaskan PPN jasa konstruksi. Toh, para pengembang merasa hal itu tak cukup. "Masih banyak peraturan yang harus dibenahi," ujar Pandu.

DPD REI Jakarta melihat banyak peraturan daerah yang belum sinkron dengan peraturan pemerintah pusat. Yang terutama dengan implementasi Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 2007 tentang barang strategis yang bebas PPN.

Dia mencontohkan, peraturan di wilayah DKI Jakarta. "Masih ada peraturan yang menggolongkan bangunan vertikal sebagai barang mewah. Ini kan tak sesuai dengan rusuna," ujar Pandu.

Dus, rombak aturannya dulu.

Yohan Rubiyantoro

Jasa Online Desain dan Pemborong Rumah 021-73888872

Tidak ada komentar:

Posting Komentar