Rabu, 19 September 2007

Rumah Adat

Bambang Sutrisno -- Tuty Mulyati
Inspirasi Rumah Joglo

Untuk menambah koleksi pernik dekorasi interior, pemilik rumah ini gemar menjelajahi desa-desa di Jawa.

Meski terlahir dan tumbuh besar di ibu kota, Bambang Sutrisno tak pernah melupakan akar budayanya. Begitu cintanya dengan kebudayaan Jawa, pengusaha binatu ini mencoba menghadirkan rumah joglo dengan sentuhan modern di kawasan selatan Jakarta. Seluruh ide rancang bangun datang dari pemikirannya sendiri.

Bambang yang hobi traveling gemar memerhatikan detail bangunan khas Jawa. Itu pula yang membuatnya enggan memakai jasa arsitek. ''Kontraktor membangun berdasarkan sketsa yang saya sodorkan,'' ujar Bambang.

Dari jalan umum, rumah Joglo milik Bambang tampak amat mencolok. Betapa tidak, joglo mantan bankir ini dibangun setinggi 10 meter. ''Sengaja saya buat tinggi agar berkesan lapang,'' cetusnya.

Dari halaman, rumah joglo yang berdiri di lahan seluas 1.500 meter persegi ini terlihat mirip pendopo. Cukup sering Bambang menjamu tamunya di teras. ''Enak sekali mengobrol santai sambil menikmati kolam air mancur,'' ujarnya. Bambang penyuka air. Tak heran jika ia lantas melengkapi sisi depan, samping, dan belakang rumahnya dengan kolam. ''Mungkin karena bintang saya pisces,'' katanya berseloroh.

Belakangan, Bambang tak lagi bisa mendengar gemericik air dari kolamnya. Fountain-nya rusak dan belum ada yang dapat memperbaikinya. ''Kangen juga sama suara air.''

Bambang juga tak bisa menikmati kelincahan ikan-ikan koi peliharaannya. Terlebih, setelah ia membangun kamar-kamar peristirahatan di halaman belakang. ''Kolam ikan koi terpaksa saya tutup dengan terpal agar tidak terkena debu dari pengerjaan bangunan,'' ucap ayah dua anak ini.

Untuk membangun kolam ikan koi, Bambang menyediakan lahan sedalam dua meter. Ini merupakan syarat sukses pertumbuhan badan ikan koi. ''Agar tak terkena air hujan, kolamnya saya buat tertutup dengan atap joglo yang puncaknya saya pasangi polycarbonate yang memungkinkan paparan sinar matahari ke kolam,'' urainya.

Ikan koi merupakan hewan peliharaan Bambang satu-satunya. Meski darah Jawa kental mengalir di tubuhnya, pendiri PT Griya Sineas ini tak tergoda untuk memelihara burung. ''Repot mengurusnya,'' katanya memberi alasan. Kendati demikian, Bambang tak kuasa menahan diri untuk menggantungkan tiga kandang burung tanpa penghuni di pergola carport. Bambang menuturkan, ''Ini untuk aksen saja.'' Sementara itu, dua kandang ayam yang dibiarkan kosong mengapit teras rumah Bambang.

Semi galeri
Bambang merasa tak pernah kehabisan ide untuk mendekorasi dan merenovasi rumah. Apalagi, ia gemar menjelajahi desa-desa di Jawa untuk menambah koleksi pernik dekorasi interiornya. ''Selain guci-guci antik dari Cina dan Jepang, saya senang berburu furnitur Jawa klasik,'' cetusnya.

Patung loroblonyo adalah koleksi favorit Bambang. Ia merasa rumah joglonya belum lengkap tanpa keberadaan patung pria dan wanita yang berpakaian adat Jawa tersebut. ''Begitu melihat loroblonyo berukuran besar, langsung saya beli. Zaman sekarang, sulit mencarinya.''

Selain patung dan guci, kediaman Bambang berhiaskan lukisan karya Basuki Abdullah. Lantas, furnitur antik seperti gerobak Madura dan peti rotan tertata apik di sudut-sudur rumahnya. ''Bisa dibilang, rumah saya semi galeri,'' komentar pria kelahiran Jakarta, 22 Februari 1953 ini.

Menggandrungi kebudayaan Jawa, Bambang juga menaruh minat besar pada ketrampilan seni orang-orang Bali. Ia mendatangkan langsung seniman Bali untuk meniru model gerbang candi Bali lengkap dengan sepasang patung dewi di sudut halaman belakang kediamannya.

Bambang punya pengalaman menggelikan soal keberadaan 'candi' kecilnya. Orang yang melihatnya sering terkecoh. ''Mereka pikir di balik pintu ada ruangan. Padahal, itu hanyalah dekorasi belaka,'' ujarnya.

Tak bersekat
Mementingkan kehangatan hubungan antaranggota keluarga, Bambang tak suka rumah yang bersekat-sekat. Iapun membiarkan rumahnya lapang tanpa dinding pembatas antarruang. ''Karena itu pula saya membenci rumah bertingkat. Saya berupaya mempunyai lahan yang luas agar seluruh kamar berdekatan dan aktivitas keluarga terpusat di satu lantai,'' cetusnya.

Begitu menjejakkan kaki dari pintu masuk, seisi rumah Bambang tersapu pandangan mata. Fungsi ruang dibedakan dengan mengelompokkan sofa atau kursi bersama furnitur pendukung. Tamu biasa dijamu di bagian tengah rumah.

Pembagian ruang ini menjadi amat unik lantaran terbingkai oleh empat pilar penyangga joglo. Agar lebih artistik, tiang-tiang kayu tersebut dipercantik dengan ukiran tempel. Lantas, ruang utama ini juga dihiasi dengan ukiran Jepara yang membentang. ''Ukirannya saya pesan berwarna emas kemerahan agar tampak mewah,'' ungkap Bambang.

Saat ini, Bambang sibuk mengawasi perluasan rumahnya. Di halaman belakang tengah dibangun pondok peristirahatan berbentuk rumah panggung. ''Pastinya mengasyikkan melewati malam sambil memandangi pekarangan yang rimbun dan bermandikan lampu sorot. Romantis, rasanya.'' Agar rumahnya tampak tradisional, Bambang memilih atap dari bahan alami. Pilihannya jatuh pada alang-alang. ''Biar tidak mudah terbakar, atap tetap saya lapisi dengan genteng. Yang penting, kami bisa merasakan nuansa rumah kampung,'' katanya menandaskan. Serasa di desa, ya, Pak!


Jasa Online Desain dan Pemborong Rumah 021-73888872

Desain Rumah Minimalis Design Interior Eksterior Jasa Renovasi Bangunan Arsitektur Moderen Gambar 3D Animasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar