Rabu, 19 September 2007

Mengolah Minimalis

Mengolah Fasade Minimalis

Fasade yang baik terbentuk dari olahan program ruang yang ada di dalam bangunan.

Seperti halnya manusia, bangunan -- termasuk rumah kita -- pun memiliki wajah. Layaknya wajah kita, wajah bangunan pun diupayakan agar tampil apik dan menarik.

Dalam bahasa arsitektur, bagian muka, depan, atau wajah bangunan itu disebut fasade. Sebagai wajah, ia mewakili penampilan bangunan dari luar yang bisa dinikmati oleh siapapun yang melewati bangunan tersebut. Bicara mengenai fasade, saat ini terdapat dua pemahaman dalam perancangan desain fasade. Pertama, fasade dipahami sebagai 'kulit' yang terpisah dari isi bangunan. Sementara itu, ada yang memahami fasade sebagai sesuatu yang mewakili keseluruhan karakter bangunan.

Bagi penganut fasade sebagai kulit, desainnya begitu bebas, mengabaikan filosofi dan fungsi dalam bangunan. Desainer melakukan beragam eksperimen melalui pencarian yang eksploratif. Sementara mereka yang memegang prinsip kesatupaduan antara kulit dan isi bangunan, memaknai fasade sebagai sesuatu yang lahir dari dalam. Tepatnya lagi, fasade merupakan sesuatu yang lahir sebagai cerminan ekspresi sang empunya bangunan.

''Layout ruang dalam tercermin pula dalam kulit bangunan. Dengan kata lain, tampilan luar adalah hasil eksekusi dari apa yang ada di baliknya,'' kata Imelda Akmal, arsitek yang dikenal pula sebagai penulis buku-buku arsitektur.

Dalam pandangan wanita yang memimpin Imelda Akmal Architecture Writer ini, gaya rumah minimalis tengah digandrungi oleh masyarakat Indonesia. Itu mengapa, gaya minimalis menjadi andalan banyak pengembang perumahan saat ini. Dengan prinsip 'form follow function' atau bentuk mengikuti fungsi, gaya minimalis memiliki jawaban atas kebutuhan masyarakat modern yang menginginkan desain simpel, bersih, dan praktis.

Desain minimalis membuang segala ornamen dan hiasan-hiasan berlebihan yang sebenarnya memang tidak perlu. Tampilannya jujur, apa adanya, dan tidak ribet. Hanya saja, terkadang gaya minimalis membuat orang merasa jenuh. Hunian jadi terasa sangat steril, rapi, dan dingin, layaknya ruang kantor. Ia kehilangan kesan hangat yang tentu ingin dirasakan penghuni sebuah rumah.

Menghadapi fakta ini, para arsitek pun memutar otak. Mereka mencari cara untuk mengurangi kesan dingin dan steril pada hunian minimalis. Salah satunya dengan membuat desain fasade yang bisa menghadirkan nuansa hommy pada sebuah rumah tinggal. Misalnya saja pada desain atap. Saat ini, orang cenderung membuat rumah boks, meninggalkan tradisi atap miring yang banyak digunakan pada rumah tinggal. ''Sebenarnya, kita bisa memadukan atap miring dengan rumah boks, lho. Hasilnya akan menjadi sebuah rumah boks dengan atap miring pada satu sisi saja,'' jelas Imelda.

Menurut arsitek yang menimba ilmu desain interior di Royal Melbourne Institute of Technology, Australia ini, ada hal penting yang harus diperhatikan jika hendak membuat bangunan berbentuk boks. Hal penting itu adalah iklim tropis Indonesia yang panas dan lembab. Oleh karena itu, atap miring di satu sisi dibutuhkan sebagai penutup bangunan sekaligus pemberi efek pembayangan pada bangunan boks di bawahnya. Tujuannya, untuk mengurangi panas matahari secara langsung. ''Rumah dengan atap miring dan material kayu sesuai dengan identitas tropis. Itu melahirkan kehangatan dan kenyamanan,'' kata Imelda.

Jangan lupa, rumah yang sehat membutuhkan sirkulasi udara yang lancar. Nah, ventilasi udara dapat diciptakan dengan membuat kisi-kisi di antara atap dan bangunan boks.

Fasade fleksibel
Fasade yang baik terbentuk dari olahan program ruang yang ada di dalam bangunan. Misalnya, jika pemilik rumah menginginkan pandangan yang leluasa ke luar, maka fasade bangunan rumahnya otomatis bersifat transparan. Sebaliknya, jika ia menginginkan privasi dan ketertutupan, maka fasade yang sesuai adalah yang berkesan masif dan introvert.

Selain program ruang, fasade juga terbentuk dari elemen-elemen arsitektur lain, seperti pintu, jendela, material bangunan serta finishing dan warna. Mengingat besarnya pengaruh desain fasade terhadap produk akhir arsitektur, sudah semestinya para pemilik rumah tinggal mengenal lebih dalam tentang elemen bangunan yang satu ini.

Sekadar contoh, mari kita simak desain fasade yang dibuat oleh Bayu Rachmadana, arsitek lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang belum lama berselang menjuarai lomba desain fasade yang diadakan Imelda Akmal Architecture Writer bekerja sama dengan Gramedia Pustaka Utama. Dalam lomba ini, Bayu mengajukan desain fasade fleksibel (lihat gambar).

Fasade fleksibel ini bisa menjadi solusi untuk beberapa masalah. Pertama, menghindari kesan monoton atau membosankan. Beberapa bukaan yang bersifat fleksibel -- ruangnya dapat ditarik keluar menggunakan jendela-jendela swing -- tentu bisa menciptakan tampilan yang jauh dari kesan membosankan. Kedua, pada saat-saat dibutuhkan, fasade ini tetap dapat sebagai unsur bangunan yang bersifat introvert dan dapat memberikan perlindungan.

Fleksibilitas bangunan bekerja berdasarkan prinsip laci lemari, yaitu dengan cara menarik bidang bangunan. Bidang yang bisa ditarik keluar masuk adalah balkon dan teras. Saat semua laci tertutup, pemilik memperoleh tampilan bangunan introvert. Tapi begitu laci dibuka, kesan masif segera berubah menjadi transparan dan terbuka. ''Prinsip kerjanya seperti meja komputer dengan laci tempat keyboard-nya,

Hanya saja dengan skala lebih besar,'' terang Bayu. Masih kata Bayu, fasade fleksibel memungkinkan Anda memiliki ruang kumpul keluarga yang sewaktu-waktu dapat ditarik keluar untuk menjadi balkon lantai dua. Nah, balkon geser di lantai dua ini bisa digunakan untuk beragam fungsi, semisal menjadi area jemur atau tempat makan-makan bersama keluarga. Asyik bukan?


Jasa Online Desain dan Pemborong Rumah 021-73888872

Desain Rumah Minimalis Design Interior Eksterior Jasa Renovasi Bangunan Arsitektur Moderen Gambar 3D Animasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar