Sabtu, 22 September 2007

Tinggal di "Cluster" Menjadi Lebih Akrab

Tinggal di "Cluster" Menjadi Lebih Akrab


Bagi yang keluarga-keluarga kaum urban kelas menengah atas, banyak yang tidak lagi menginginkan ekadar tinggal dengan rumah seadanya. Bentuk rumah yang bagus dan lingkungan yang mendukung kini jadi pilihan.

Tinggal di perumahan dengan bentuk rumah yang dibatasi pagar tinggi, seakan memenjarakan mereka yang tinggal. Sekarang tren tinggal di rumah yang tanpa pagar antara satu rumah dengan yang lainnya, amat digandrungi. Terutama bagi keluarga yang pernah tinggal atau melihat suasana rumah di mancanegara, khususnya di Amerika Serikat.

Kompleks perumahan seperti itu dikenal dengan sebutan cluster . Kompleks perumahan dengan pagar yang amat luas mengelilingi cluster tersebut. Sementara antara rumah satu dengan lainnya, sama sekali tidak diberi pagar pembatas. Sedangkan garasi yang disediakan bisa untuk satu kendaraan atau lebih, ini bergantung dari tipe cluster-nya.

Dari segi estetika, rumah tanpa pagar ini memang jadi lebih indah dan terkesan luas. Apalagi bila tanaman yang ada di halaman disesuaikan dengan tanaman tetangga, sehingga seperti sebuah irama alam yang indah. Hal ini juga yang diakui oleh Setianto, salah seorang manajer produksi dari sebuah perusahaan telekomonikasi yang memilih tinggal di Bukit Sentul. "Karena perumahan kami jauh dari kota Jakarta, maka kami lebih suka tinggal di cluster dimana antar tetangga hubungannya jadi sangat akrab," katanya.

Berbicara soal hubungan, tinggal di cluster seperti ini memang unik. Bukan rahasia lagi kalau antartetangga sering terjadi persaingan diam-diam. Seperti misalnya seseorang membeli kendaraan baru, segera saja ada tetangga yang iri dengan keadaan itu. Kalau kondisi perumahan dengan pagar tinggi, hal ini tidak terlalu kentara, tapi di sini bisa saja jadi persoalan yang lumayan berat. Tapi apakah itu menjadi masalah yang berat?

"Ternyata nggak tuh. Karena tidak ada pagar maka persaingan jadi lebih terbuka, tapi itu juga yang membuat sikap antartetangga juga lebih terbuka dan lebih menerima kenyataan," kata Setianto yang sudah dua tahun tinggal di tempat tersebut.

Selain keakraban, Setianto sangat menyukai suasana di perumahan yang demikian. "Sekalipun rumah kita kecil, tapi begitu membuka pintu, rasanya kita punya halaman yang sangat luas. Bayangin saja, terasa satu cluster bisa menjadi halaman kita," ujarnya sambil membenahi tanaman kamboja Jepang yang menjadi kesukaannya.

Dalam membangun taman di rumahnya, Setianto mendapat pengarahan dari pihak pengembang untuk memilih tanaman yang seirama dengan tanaman di rumah sebelah. "Kita memang tidak boleh menanam tanaman yang cepat menjadi besar, namun sebaiknya mengutamakan menanam bunga-bungaan," jelasnya.

Karena ruang lingkup dalam kompleks perumahan itu dibatasi dengan pagar besar, otomatis kondisi jalan di depan rumah juga terkendali. Sehingga tidak ada kendaraan umum lalu lalang kecuali mobil penghuni. Keadaan ini menurut Setianto, sangat cocok buat mereka keluarga muda dengan anak yang masih kecil-kecil.

Biasanya di perumahan seperti ini ada taman yang jadi fasilitas umum. Di sana disediakan tempat bermain anak-anak dan tempat santai keluarga. Sebuah kompleks perumahan malah menyediakan juga tempat serba guna yang berbentuk bangunan yang bisa digunakan untuk kegiatan warga. Mirip dengan kompleks perumahan yang dilakukan oleh pihak militer., dengan model rumah yang berbentuk barak dan tanpa pagar, lalu dengan sistem penjagaan dengan satu pintu keluar masuk.

Salah satu contoh cluster seperti ini adalah Pondok Hijau Golf (PHG) yang dibangun oleh PT Summarecon Agung Tbk. Kawasan tersebut, menurut Direktur Eksekutif Summarecon Serpong, Sharif Benyamin, akan menjadi kawasan paling eksklusif di Summarecon Serpong.

Ditambahkan, PHG memiliki konsep hunian kissing the golf course, yang saat ini sedang menjadi salah satu tren perumahan. Artinya, penghuni dapat secara langsung menikmati keindahan lapangan golf. Hal tersebut dimungkinkan karena hunian di tempat itu langsung menghadap ke lapangan golf, dan tidak terhalang oleh bangunan lain. Seperti layaknya cluster lain di Summarecon Serpong, PHG memiliki konsep kawasan tertutup dengan sistem keamanan satu pintu, yang dilengkapi dengan club house, kolam renang, serta arena bermain anak.

Satu hal yang menjadi kelebihan kompleks perumahan seperti itu, seperti dirasakan Setianto, karena modelnya terbuka, maka jika ada saluran got yang mampet segera saja bisa diketahui dan diatasi bersama. Begitu juga dengan aksi sosial, bila ada warga yang tertimpa kemalangan seperti sakit atau kematian, semua warga segera turun tangan. "Tempat untuk melayat cukup luas, karena semua halaman terbuka untuk tamu," kata Setianto yang memiliki dua anak yang masih duduk di sekolah dasar.

Di saat hari besar seperti Lebaran dan Natal, bagi warga yang tinggal disana tidak terlalu pusing ketika harus pulang kampung. Sistem keamanan yang terpusat membuat warga merasa nyaman seklipun harus meninggalkan rumah dalam keadaan kosong. "Saya bisa tahu rumah siapa yang kosong, terkadang mereka yang pergi titip dengan tetangga, kalau tidak pun keamanan sudah menjaganya," ucap Setianto sambil menyapa salah seorang tetangganya yang baru saja pulang dari bepergian akhir pekan.

Selain Summarecon Serpong, saat ini beberapa pengembang di sekitar Jabodetabek memang sibuk membangun perumahan dengan gaya cluster. Tipenya berbeda-beda, ada yang ukuran luas dengan satu lantai, ada yang dua lantai, ada yang ukuran kecil dengan halaman memanjang dan ada yang ukuran mewah dengan halaman sangat luas. Contohnya bisa dilihat di Summarecon Serpong, Bumi Serpong Damai, Lippo Karawaci, Bukit Sentul, Puri Beta, Bintaro, dan masih banyak lagi. Anda pilih yang mana? [Ars/B-8]

Jasa Online Desain dan Pemborong Rumah 021-73888872

Desain Rumah Minimalis Design Interior Eksterior Jasa Renovasi Bangunan Arsitektur Moderen Gambar 3D Animasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar