Kamis, 30 Agustus 2007

Tren Properti Indonesia 2007

Cermati Fenomena Pembangunan Superblok

Abun Sanda

Trend yang tengah berkembang pesat di DKI Jakarta dan Surabaya ialah pembangunan superblok. Para pengembang besar berusaha keras membangun kawasan bisnis-hunian terpadu itu. Kalau perlu, mengerahkan seluruh energi yang mereka miliki.

Sikap keras ini dilatarbelakangi kecenderungan meraih prestise, yang tanpa disadari merasuk ke benak para pemain besar properti. Sejumlah pengembang baru merasa pas berada di panggung prestise kompetisi bisnis properti apabila sudah membangun proyek superblok dan bukan ruko, seperti yang suka dikerjakan pengembang yang ingin cepat kaya.

Bisa dipahami kalau para pengembang berlomba naik ke pentas superblok. Isu yang paling keras bertiup selama empat tahun terakhir ini adalah ajakan agar warga kembali ke kota. Penduduk yang bekerja di DKI Jakarta digugah pelbagai kalangan untuk berdiam di jantung kota, tidak lagi di kota-kota di luar Jakarta. Atau, kalaupun hendak berdomisili agak ke pinggir, tidak mengapa, tetapi tetap dalam wilayah Ibu Kota.

Inti pesan tersebut, DKI Jakarta makin macet, berisik, polusif, dan muram. Lebih dari dua juta jiwa warga yang berdomisili di pinggiran Jakarta setiap hari mengalir deras masuk Ibu Kota. Mereka naik mobil, sepeda motor, kereta api, bus, ojek, dan sebagainya. Kemacetan luar biasa terjadi di semua akses menuju kota. Seorang warga yang berdomisili di Kemang Pratama, Bekasi, sekadar menyebut contoh, harus menempuh perjalanan setidaknya dua jam untuk tiba di kantornya di kawasan Senayan, Jakarta. Kalau kemacetan mencapai puncaknya, perjalanan sejauh 30 kilometer bisa ditempuh empat sampai lima jam perjalanan meski sudah lewat jalan tol.

Persoalannya bukan pada masalah dua jam atau lima jam. Namun, lebih kepada boros energi, menambah kemacetan, memperburuk kualitas udara kota, dan warga yang berdiam jauh dari lokasi kerja tiba di kantor ketika tubuh sudah letih akibat perjalanan melelahkan. Produktivitas pasti tidak bagus.

Bayangkanlah kalau warga berdomisili di perumahan atau apartemen di dekat kantornya. Ia cukup berjalan kaki ke kantor, pusat belanja, klinik kesehatan, atau ke sekolah, dalam waktu tempuh kurang dari 20 menit. Pilihan ini akhirnya berdampak terhadap penghematan energi, mengurangi kemacetan, tidak memperkeruh udara Ibu Kota.

Pikiran inilah yang sejak empat tahun silam membangkitkan gagasan "kembali ke kota". Warga digugah untuk tinggal di rumah landed house yang lebih kecil (asumsinya rumah di kota lebih mahal daripada di pinggiran), atau malah berdiam di apartemen/kondominium.

Tatkala gagasan itu hanya tinggal gagasan; sebagian warga berkantong tebal tetap enggan berdiam di kota. Jakarta, apa boleh buat, tetap dalam rautnya yang kusut dan lelah. Namun, para penganjur "kembali ke kota" makin kencang berkampanye.

Superblok

Berangkat dari kondisi inilah, para pemain besar properti membangun superblok. Mereka menghimpun dana, kemudian membeli lahan sampai sepuluh hektar untuk merealisasikan mimpi membangun sebuah kawasan utuh. Di kawasan itu, tegak beberapa gedung perkantoran (rata-rata 40 lantai), pusat hunian berbentuk beberapa gedung apartemen 40 lantai (sampai 1.000 kepala keluarga), hotel 40 lantai, pusat perbelanjaan delapan lantai, sekolah bermutu untuk TK sampai SMA, klinik yang diperkuat sejumlah dokter spesialis, ruang terbuka hijau untuk rekreasi, pusat jajan, dan sebagainya.

Bagi para pengembang, gagasan ini bisa jadi peluang bisnis yang baik. Mereka merasa tertantang untuk membuat sesuatu yang megah dan terintegrasi di dalam satu hamparan tanah. Selama ini, mereka sudah sukses dengan bisnis perkantoran, apartemen, perhotelan, pusat perbelanjaan, rumah bandar, dan sebagainya. Mereka ingin keluar dari pakem dan ingin membuat megaproyek yang akan semakin mengibarkan bendera usahanya.

Dalam catatan Kompas, sejumlah pemain properti kini berikhtiar membangun superblok berkelas. Grup Pakuwon, misalnya, membangun superblok di Jakarta Selatan bernama Gandaria City. Proyek beberapa triliun rupiah ini diproyeksikan rampung seluruhnya pada tiga tahun mendatang.

Sebelumnya, Pakuwon sukses membangun superblok dalam bentuk kecil di kawasan Tunjungan, Surabaya. Pakuwon membangun pusat perbelanjaan Tunjungan Plaza yang fenomenal di Surabaya. Juga apartemen, kondominium, hotel, dan perkantoran. Seandainya Pakuwon membangun pula sekolah, sentra kesehatan, dan infrastruktur lebih baik di sana, ia sudah komplet sebagai superblok kelas satu di Indonesia.

Gandaria City Jakarta diproyeksikan mampu berlaga dengan kawasan superblok lainnya, seperti Plaza Indonesia, Grand Indonesia, kawasan niaga Bakrie di Kuningan, dan dua kawasan elite Jakarta; Mega Kuningan, dan Sudirman Centre Business District (SCBD). Gandaria City juga akan berkompetisi keras dengan dua superblok di Jalan S Parman, yakni mini superblok Taman Anggrek dari Grup Mulia dan superblok Agung Podomoro City dari pemain senior Trihatma Kusuma Haliman. Selain dua superblok di S Parman, kini muncul bakal superblok baru bernama Senayan City.

Superblok baru

Dengan ramainya pembangunan superblok, pada beberapa tahun mendatang DKI Jakarta akan memiliki kawasan lebih terpadu karena antara satu fasilitas ke fasilitas lainnya bisa direngkuh dengan berjalan kaki selama kurang dari dua puluh menit. Artinya, untuk urusan jalan kaki ini, pengembang harus menyediakan trotoar dan taman yang bagus agar para pejalan kaki tidak kepanasan, tidak pula disergap debu dan hujan.

Secara teoretis, proyek superblok sangat bagus dikembangkan karena akan memperpendek jarak tempuh perjalanan warga, menghemat energi, mengurangi kemacetan dan kebisingan. Akan tetapi, masalah yang muncul sekarang, tidak mudah mendapatkan satu lokasi yang mencapai enam sampai sepuluh hektar di pusat kota dan di dalam satu hamparan. Bisa jadi berkantong tebal, tetapi kalau lokasinya tidak ada, apa yang dapat Anda perbuat?

Menggusur warga merupakan kiat sangat butut. Perlu kecerdasan khusus untuk mendapat lahan tanpa menggusur. Itu bisa dilakukan dengan membeli kawasan permukiman dengan harga sedikit lebih tinggi atau mengubah perkampungan kumuh menjadi kawasan lebih baik.

Masalah lain, superblok biasanya terletak di lokasi seluas enam sampai sepuluh hektar, menelan investasi antara empat triliun rupiah sampai dua belas triliun rupiah. Investasi besar di antaranya untuk membeli tanah, membangun bangunan, dan infrastruktur. Semakin banyak dan tinggi bangunan yang didirikan, semakin besar anggaran yang dibutuhkan. Sekadar gambaran sederhana, tanah di lokasi strategis Jakarta berkisar Rp 10 juta sampai Rp 25 juta per meter persegi. Dan, superblok, selalu dibangun di lokasi strategis.

Adapun biaya pembangunan gedung tinggi cukup besar. "Normalnya" antara sepuluh miliar rupiah sampai lima belas miliar rupiah per lantai, tergantung besaran gedung. Maka, kalau Anda hendak membangun gedung perkantoran 101 lantai seperti di Taipei, Taiwan, kalikan saja (asumsinya, sepuluh miliar rupiah per lantai), Anda akan ketemu angka satu triliun rupiah lebih. Ini baru pembangunan fisik gedung berkualitas bagus. Kalau Anda hendak mendandaninya lagi, anggarannya akan jauh lebih besar dari itu. Catatan lain, ini baru pembangunan satu gedung. Belum termasuk gedung lain, infrastruktur, dan harga tanah.

Apabila superblok disebut sebagai simbol prestise, wajar kalau para pemain properti berupaya keras memilikinya. Perjuangan meraih keinginan itu bukan ringan karena anggarannya amat besar dan mendapatkan lokasi strategis di DKI Jakarta bukan urusan mudah.

"Kami bersyukur kepada Tuhan karena bisa membangun proyek Gandaria City," ujar Melinda Tedja, salah seorang pemilik dan perintis Grup Pakuwon kepada Kompas baru-baru ini.

Menurut Melinda, Pakuwon berusaha keras menangkap tren publik nasional ataupun dunia agar selalu dapat menyodorkan produk berkualitas dan diterima publik. Ia menyebutkan, semua gedung dan fasilitas publik di sana dikerjakan dengan selera yang baik. Ia pun menggunakan pekerja-pekerja profesional agar lahir gedung yang memenuhi harapan publik.

Superblok, sebut Melinda, akan menjadi model di masa depan. Warga modern akan merasakan kenyamanan berdomisili di kawasan terintegrasi. Melinda mengajak masyarakat memanfaatkan superblok itu untuk mengisi hidup yang lebih berwarna.

Infrastruktur

Dalam konteks konsep superblok, dua eksekutif properti di Jakarta, Subianto Satmaka dan AH Marhendra, menyatakan, patut diakui superblok adalah gagasan besar yang pantas didukung. Ini karena superblok menawarkan kenyamanan, memperpendek jarak, transportasi lebih baik, dan menampung aktivitas sampai 100.000 orang.

Akan tetapi, Subianto dan Marhendra menyatakan, para pengembang hendaknya tidak terpukau oleh karakter positif superblok. Sebab, superblok baru disebut ideal kalau disertai pembangunan infrastruktur yang baik. "Jangan sampai terjadi kemacetan lalu lintas di sekitar lokasi proyek. Ini mesti dihindari, caranya dengan membangun fasilitas prima," kata Subianto.

Masalah yang mungkin bisa timbul, sebut Subianto, ialah tidaklah mudah mengajak orang-orang yang berkantor di superblok mendiami kawasan di superblok juga. Sebaliknya, tidak mudah mengajak orang yang menghuni sentra hunian superblok untuk bekerja di kawasan superblok. Ini yang mesti dipahami sebab tidak semua hal dapat terjadi secara otomatis.

Ia menyatakan, memang sebaiknya warga yang bekerja di superblok juga tinggal di kawasan superblok. Namun, itu tidak mudah sebab belum tentu warga mampu membeli. Kalaupun bisa membeli, mereka tidak merasa sreg tinggal di situ. Semua hal bisa terjadi. Oleh karena itu, pengembang perlu memikirkan hal ini secara masak.

Kecuali hal itu, Subianto meminta agar pengembang menciptakan kenyamanan warga, dengan cara memisahkan blok hunian dengan blok usaha. Lalu, blok pemisah itu diisi dengan ruang terbuka hijau. Anak-anak bisa bermain dan warga yang suka kesehatan bisa jogging di sana.

Adapun Marhendra menyatakan, superblok hendaknya tidak hanya menjadi kebijakan pengusaha. Pemerintah yang harus menentukan lokasi tertentu untuk superblok. "Ini agar lokasi superblok menjadi lebih teratur dan terencana," ujar Marhendra.
Jasa Online Desain dan Pemborong Rumah 021-73888872

Tidak ada komentar:

Posting Komentar