Sabtu, 12 Januari 2008

Membangun Rumah Masa Depan

Membangun Rumah Masa Depan


TEMPAT tinggal yang nyaman dan asri menjadi dambaan hati setiap orang. Bila rumah sudah ada, apalagi menjadi milik pribadi, seseorang akan terfokus merencanakan hal-hal lain yang tentunya urgen.


Ia akan melangkah lagi dalam membuat perencanaan, seperti pengembangan rumah, tabungan untuk anak-anak dan masa depan atau kegiatan sosial lainnya. Rumah memang segalanya dan menjadi simbol kehidupan seseorang. Rumah dengan kategori sehat, asri dan nyaman akan semakin mempertegas pemiliknya. Dengan kata lain, rumah menunjukkan jati diri pemiliknya.

Jika demikian, maka pertanyaan susulan lain, kira-kira seperti ini, pemilik rumah itu bekerja di mana, berapa lama ia bekerja, apa jabatannya? Dan, pertanyaan-pertanyaan lain yang akan muncul dengan spontan. Pertanyaan-pertanyaan itu akan sampai pada suatu titik simpul antara meragukan atau tidak. Biasanya rumah yang diragukan keberadaannya adalah rumah yang dibangun dari hasil korupsi atau kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).

Bila ia seorang pegawai negeri sipil (PNS) membangun satu unit rumah mewah ketika baru mulai kerja memang patut dipertanyakan. Kalkulasinya, yakni golongan dan gaji PNS yang tak seberapa atau hanya pas untuk kebutuhan sehari-hari. Bila demikian, maka akan banyak muncul pertanyaan, dari mana ia mendapat modal untuk membangun rumah semewah itu?

Fakta riil sehari-hari, apalagi di kota-kota, masih banyak warga yang belum memiliki rumah tinggal pribadi. Mereka dari hari ke hari, bahkan tahun ke tahun terus mengontrak dari satu rumah ke rumah yang lain. Belum jatuh tempo masa kontrak, ia sudah harus berpikir untuk mencari peluang sewa rumah. Beruntung bila pemilik rumah masih memberi kesempatan untuk menyewanya lagi. Jika tidak, maka ia harus ekstra mencari di mana peluang mendapatkan rumah sewaan. Semua orang yang tinggal di kota dan belum memiliki rumah pribadi pasti mengalami pahit getir di akhir masa kontrak rumah atau bagaimana mencari kontrakan yang sesuai.
Berbeda bila masih lajang. Soal sewa-menyewa tak begitu membawa masalah. Sebaliknya, bila sudah berkeluarga dan punya putra/putri, apalagi dengan beban tanggungan lain, masalahnya menjadi sangat kompleks.

Minimal harus mengontrak rumah. Belum lagi mengevakuasi perabot-perabot rumah tangga yang tentu saja melelahkan. Ada banyak alasan mengapa banyak warga, terutama yang tinggal di kota-kota, belum bisa membangun rumah pribadi. Alasan utama adalah harga tanah yang mahal, bahan bangunan dan biaya tukang yang relatif mahal. Salah satu kendala ada di sini. Betapa mahal dan sulitnya membangun rumah di Kupang.

Karena itu kita menyambut gembira dan mendukung rencana pembangunan 2.000 unit rumah sangat sederhana (RSS) di Kelurahan Belo, Kecamatan Maulafa, Kota Kupang atas kerja sama PT Jamsostek dengan PT Telsando Graha-Kupang. Sesuai agenda, sebagaimana dikemukakan Kuasa Direktur PT Telsando Graha-Kupang, Randi Karundeng, dalam bulan ini pembangunan RSS tersebut sudah mulai dilaksanakan.
Yang lebih menggembirakan lagi, pembangunan RSS ini akan diprioritaskan bagi peserta Jamsostek. Kita belum tahu seperti apa mekanisme pembagian rumah bagi peserta Jamsostek.
Kita berharap, setiap perusahaan di Kupang mendata berapa karyawannya yang belum memiliki rumah tinggal pribadi.

Dengan demikian, perusahaan itu mengajukan kepada Jamsostek atau PT Telsando Graha sebagai peserta yang wajib mendapatkan rumah itu. Tentu saja mereka yang berhak memiliki rumah dengan akumulasi gaji yang memungkinkan.
Tinggal sekarang, bagaimana sosialisasi perusahaan kepada karyawan, terutama tentang harga dan cicilan setiap bulan. Mungkin perlu pertimbangan tentang cicilan karena memberatkan, apalagi kita sama-sama tahu penghasilan karyawan perusahaan di Kupang rata-rata masih kecil.

Tetapi, bila membaca tren ke depan, nilai rupiah kita tak akan berarti apa-apa di tahun-tahun mendatang. Karena itu perlu keberanian untuk menginvestasi RSS.

Ada beberapa kegunaan. Khusus untuk keluarga baru, meski kecil dan sempit, rumah itu sebagai tempat tinggal sementara. Kelak bila ingin membangun rumah yang lebih representatif, RSS yang mungkin sudah dikembangkan itu dapat dijadikan aset. Mungkin bisa dijual atau dikontrakkan. Prinsipnya, perlu keberanian peserta Jamsostek untuk membeli dan memiliki RSS itu.

Tetapi, bila kita ingin menetap rumah ini bisa direnovasi atau dikembangkan sesuai keinginan, apalagi dari segi keamanan cukup terjamin.

Sekali lagi, butuh keberanian peserta Jamsostek selain perusahaan dalam memfasilitasi kepemilikan rumah bagi karyawannya. Menjadi kebanggaan bagi perusahaan bila seluruh karyawannya memiliki rumah masa depan yang menjanjikan. Keberanian lain, jika tak menaruh minat pada RSS, kita harus berani mengambil risiko membangun rumah di tempat lain, jika ingin menetap di Kupang.
(idionline/NeT)

Jasa Online Desain dan Pemborong Rumah 021-73888872

Desain Rumah Minimalis Design Interior Eksterior Jasa Renovasi Bangunan Arsitektur Moderen Gambar 3D Animasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar