Green Design

Green Design

Dibenak penghuni metropolitan ini, untuk dapat hidup dengan nyaman mungkin merupakan impian yang sangat mahal. Lihatlah betapa dari waktu ke waktu lahan hijau dan ruang publik semakin berkurang bahkan beruba fungsi menjadi pusat-pusat bisnis. Ruang publik dan lahan hijau merupakan lahan terbuka yang secara bisnis kurang mempunyai nilai ekonomi, tetapi dilihat dari sisi lain terkadang nilai yang dihasilkan dari perhitungan bisnis belumlah punya arti jika dibanding dengan nilai sesungguhnya dari lahan hijau dan ruang publik tersebut. Kita tidak bisa memungkiri, bahwa aktivitas bisnis merupakan salah satu pemicu perkembangan sebuah kota. Bisnislah yang membentuk kehidupan kota. Untuk itu haruslah kita dapat mengkombinasikan sisi commerce dan sisi non commerce tersebut menjadi suatu perpaduan yang apik dan selaras. Katakanlah kita tidak bisa menutup mata terhadap perkembangan bisnis dan tidak pula kita mengorbankan lahan hijau dan ruang publik, maka dicarilah solusi kreatif untuk menggabungkan kedua hal tersebut menjadikan pembangunan kota berorientasi pada bisnis tanpa mengorbankan aspek lingkungan.

Mulai dari mana
Untuk memulai penerapan Jakarta Green City setidaknya kita dapat meniru apa yang telah dilakukan oleh kota lain. Ambil contoh Mineapolis, salah satu kota di Amerika Serikat itu menggagas Green Mineapolis pada dekade tahun 1990. Ide tersebut berasal dari kalangan arsitek, interior desainer dan didukung sepenuhnya oleh industri. Maka dimulailah proyek-proyek pengembangan kota yang berorientasi lingkungan. Salah satu contoh proyek yang berorientasi lingkungan adalah dibangunnya Phillips Eco-Enterprise Center (PEEC), yang pembangunanya rampung pada tahun 2000. PEEC sepenuhnya berorientasi pada Green Environment dengan menggunakan sumber energi geothermal sebagai sumber energi utama sistem pendingin maupun sistem pemanas ruangan, menerapkan energy management berbasis lingkungan serta menggunakan sebagian material yang dapat didaur ulang. Selain itu PEEC juga memperhatikan ruang publik dan lahan hijau dengan dibagunnya beberapa taman di sekeliling bangunan utama.

Pentingnya Regulasi
Amerika Serikat mampu mewujudkan Green City karena mereka mempunyai perangkat perundangan yang melegalkan praktek tersebut. Selain itu mereka mempunyai badan legal yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab terhadap perwujudan Green City. U.S. Green Building Council merupakan badan legal tersebut yang mempunyai tugas dan kewenangan membuat kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan Green City.

Sudah waktunya bagi Indonesia untuk memikirkan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat. Untuk mendukung pembangunan yang berwawasan lingkungan hendaknya mulai membentuk badan yang mempunyai kewajiban dan tanggung jawab seperti U.S. Green Building Council. Dengan adanya badan seperti itu diharapkan akan memberikan jalur hukum yang jelas bagi arsitek dan interior designer dalam mewujudkan Green City.

Peran Arsitek dan Interior Designer
Setelah terbentuknya peraturan legal tentang Green City, arsitek dan interior designer mempunyai andil yang besar terhadap terealisasinya Green City. Komitmen untuk mewujudkan Green City merupakan langkah awal dan perlu didukung oleh industri sebagai pemasok material. Dibutuhkan sinergi antara arsitek, interior desainer dan industri agar keinginan untuk membangun Green City dapat diwujudkan. Bottom line dari proyek Green City adalah arsitek, interior desainer dan industri.

Peran Universitas
Apa yang dilakukan oleh Amerika Serikat dalam mengkampanyekan Green City adalah mereka menjadikan Universitas sebagai basis dari program tersebut. Pembangunan yang berbasis lingkungan dijadikan sebagai salah satu kurikulum utama pada Departement Arsitektur. Tujuannya adalah mencetak arsitek dan interior desainer yang mempunyai wawasan lingkungan yang baik, sehingga diharapkan apa bila mereka lulus kelak menjadi seorang arsitek yang sensitive terhadap isu lingkungan. Mari kita belajar dari mereka untuk membuat hidup lebih nyaman.


Jasa Online Desain dan Pemborong Rumah 021-73888872