Sabtu, 22 Maret 2008

Teliti Sebelum Membeli Rumah

Teliti Sebelum Membeli Rumah


DALAM sepuluh tahun terakhir muncul banyak kasus penipuan oleh segelintir pemain properti terhadap konsumen. Umumnya terjadi di DKI Jakarta dan sekitarnya. Praktik penipuan ini tidak banyak diadukan ke polisi karena konsumen umumnya memilih menyelesaikan sendiri masalahnya.

Menilik kasus-kasus yang muncul, umumnya dilatarbelakangi beberapa hal. Pertama, penipuan. Kedua, mutu bangunan tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Ketiga, lahan tempat rumah atau apartemen itu dibangun bermasalah. Keempat, lingkungan sangat buruk, tandus, tidak ada pepohonan, tak ada air bersih, banyak penyamun, dan berisik.
Kasus pertama, penipuan. Ini terjadi karena pengembangnya nakal.

Pengembang merilis brosur cakep lalu menunjukkan areal luas yang akan digunakan. Untuk meyakinkan pembeli, pengembang busuk ini membangun kantor proyek yang dingin dan wangi juga rumah contoh yang keren. Rumah contoh diisi dengan perabot mahal sehingga perumahan itu terkesan berkelas. Padahal, perabot-perabot itu umumnya pinjaman dari perusahaan furnitur. Perabot itu akan ditarik kembali jika sudah tiba masanya.

Pembeli awam dan beritikad baik biasanya langsung tertarik dan kemudian membeli. Pembeli ini lalu menuturkan kepada teman-temannya bahwa ia membeli properti bagus di lokasi kelas atas. Kawan-kawannya pun tertarik dan ikut membeli.

Tiga bulan kemudian, tidak tampak aktivitas apa-apa di lokasi proyek. Enam bulan juga demikian. Pemimpin proyek dihubungi, tetapi selalu menyatakan proyek segera dikerjakan. Dan untuk meyakinkan pembeli,alat-alat berat didatangkan. Truk tanah berdatangan untuk mengangkut tanah galian. Ada pula crane yang tampak sibuk. Pembeli
bisa disabarkan.

Akan tetapi, ternyata, setahun, dua tahun, bahkan tiga tahun kemudian rumah dan apartemen yang dijanjikan tidak dibangun. Ketika pembeli sadar bahwa mereka ditipu, pengembang itu sudah kabur. Para pembeli gigit jari dan berusaha mengejar pengembangnya. Namun, tidak jelas perburuan itu sampai kapan dapat dituntaskan.
Kasus kedua, mutu bangunan tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Kasus seperti ini paling sering terjadi, umumnya berkaitan dengan kualitas. Misalnya, kusen untuk pintu dan jendela, baru dua bulan dipakai sudah rontok karena dimakan rayap.

Menyedihkan sebab rumah baru ditempati dua bulan kusen sudah hancur digerogoti rayap. Ini bisa terjadi karena kualitas kayu amat buruk (dibeli dengan harga murah agar pengembang untung besar) atau karena kontraktor bangunan tak melakukan perawatan awal atas kusen. Mestinya kontraktor mengoles beberapa bahan antirayap agar usia kusen lebih lama.

Pintu dan jendela pun demikian, biasanya dari kayu murah. Seorang pembaca pernah menelepon Redaksi Kompas dan menuturkan begini. Ia membeli rumah di perumahan menengah ke atas. Hal yang mengejutkan, pintu dan jendelanya berderit kalau dibuka. Dua bulan kemudian, pintu dan jendela sulit dibuka. Ketika pembaca ini membuka dengan melakukan tarikan keras, kayu pintu dan jendela malah ambrol.

Selain kusen, pintu dan jendela, banyak materi lain yang tidak sesuai spek, tak sesuai dengan yang ada dalam rincian bahan di brosur dan penyampaian lisan. Lantai rumah yang mestinya kualitas nomor satu diganti menjadi kualitas nomor dua. Kamar mandi kloset duduk diganti menjadi kloset jongkok. Tangga yang mestinya dari kayu jati diganti
menjadi kayu samarinda. Ini memang hal-hal yang menjengkelkan.

Kasus ketiga, lahan tempat rumah atau apartemen berdiri juga kerap bermasalah. Tiba-tiba datang orang yang mengaku sebagai pemilik sejati lahan yang ditempati warga. Ini bisa saja terjadi karena persoalan tanah di negeri ini cukup rumit.

Pada sisi lain kerap terjadi, pengembang memperoleh tanah itu tidak dengan jalan lurus sehingga sesekali terjadi gugatan atas kepemilikan tanah itu. Bisa jadi pembeli rumah/apartemen yang beritikad baik tak menemui masalah apa-apa, tetapi masalah lainnya kerap menerbitkan rasa tidak nyaman.

Kasus keempat, lingkungan buruk karena pengembang tidak mempunyai visi tentang lingkungan. Yang ada di benak para pengembang jenis ini hanyalah urusan keuntungan dan keuntungan. Ini membuat mereka tak ramah terhadap lingkungan. Mereka enggan membangun drainase, danau buatan untuk penampungan air, taman, sumur resapan, dan kawasan hutan perumahan.

Manakala pengembang tidak mau rugi karena menjual rumah murah meriah (untung tipis), mestinya pengembang membuat pusat penampungan air bersih. Membangun sumur resapan agar air tanah yang bersih
senantiasa terisi.

Hikmah
Hikmah apa yang bisa dipetik dari pelbagai kasus ini? Pengembang harus lebih jujur, beritikad baik, dan profesional. Pengembang yang mengabaikan tiga aspek ini tak pernah berumur panjang. Pada saatnya publik tahu dan pengembang tersebut akan ditinggalkan konsumen. Pengembang itu mendapat label hitam dan proyek apa pun yang akan dibangun kelak tidak akan dipercaya konsumen.

Bagi para pembeli rumah dan apartemen hendaknya memerhatikan beberapa hal penting sebagai berikut.
1. Pastikan status tanah proyek perumahan, rumah bandar atau apartemen, bersih dari semua kasus tanah.
2. Jangan mudah tergoda brosur, rumah contoh, dan rayuan gombal tim pemasaran rumah. Pembeli mesti yakin pengembang itu bonafide atau tidak, punya banyak utang, dan kasus pidana atau tidak. Kalau pengembangnya bermasalah, sebaiknya pembeli mencari jalan aman, yaitu carilah pengembang bereputasi tinggi.
3. Ketika membeli rumah bersikaplah kritis dan teliti. Tanyakan segala hal yang Anda ingin tahu. Sepanjang pertanyaan Anda rasional, tidak perlu sungkan bertanya. Tanya spek bangunan, lantainya dibuat dari apa, pintudan kusen pakai kayu apa, dapur dan kamar mandi seperti apa, dan seterusnya. Lebih baik bertanya sekarang daripada
menyesal kemudian. Ada juga baiknya kalau Anda membuat perjanjian dengan pengembang bahwa mereka akan menggunakan bahan-bahan bangunan berkualitas amat baik (dengan rincian). Jika Anda dirugikan karena pengembang wanprestasi, mintalah ganti rugi.
4. Kalau bangunan sudah jadi, cek bangunan itu, apakah sudah sesuai dengan komitmen pengembang. "Kejar" pengembang untuk mengganti materi yang rusak, atap atau kamar mandi yang bocor. Atau rumah sama sekali tidak mempunyai air.
5. Jika membeli rumah dengan tunai, pastikan bahwa Anda mendapat diskon sangat menyenangkan. Ada pengembang yang berani memberi diskon 10 persen. Pengembang yang sedang promosi atau ingin proyeknya cepat selesai biasanya berani memberi diskon hingga 15 persen.
6. Kalau membayar dengan cicilan, hendaknya berbicara dengan jelas dan rinci dengan pihak pengembang. Berapa uang mukanya (biasanya 30 persen), kapan harus dilunasi, bisa berapa kali dicicil, dan berapa persen untuk KPR.
7. Teliti baik-baik rumah yang Anda beli, apakah terletak di lokasi strategis atau terpencil. Bagaimana aksesnya, lalu lintasnya macet atau tidak? Tidak bijaksana kalau Anda berpikir "tidak apalah rumahnya jauh dari kantor atau jauh sekali dari sekolah anak-anak. Toh ada jalan tol".
8. Pilihlah perumahan yang menjadikan lingkungan sebagai isu utama. Sangat bagus kalau Anda memilih perumahan yang terletak di kawasan berudara segar karena banyak pohon dan mempunyai air cukup. Hidup Anda jadi lebih sehat. Sumber: Kompas



Jasa Online Desain dan Pemborong Rumah 021-73888872

Desain Rumah Minimalis Design Interior Eksterior Jasa Renovasi Bangunan Arsitektur Moderen Gambar 3D Animasi

1 komentar:

  1. SENTUL CITY REBUT TANAH WARGA

    PERISAI PAJAJARAN, 25 APRIL 2008

    Catatan yang dihimpun Tim Redaksi Perisai Pajajaran, PT Sentul City Tbk mempunyai banyak sekali kasus sejak pertama kali didirikan. Mulai dari penyelesaian pelepasan hak tanah dengan warga Desa Cipambuan, Desa Babakan Madang, Desa Bojong Koneng, Desa Sumur Batu, Desa Karang Tengah, Desa Cijayanti, dan Desa Citaringgul, yang keseluruhannya berada di Kecamatan Babakan Madang (pemekaran dari Kecamatan Citeureup), Kabupaten Bogor, sampai dengan masalah dengan konsumen yang telah membeli rumah dengan tunai.

    Cikal bakal PT Sentul City Tbk, berasal dari PT Fajar Mega Permai. Pemiliknya adalah H Syarifudin Nasution. Kemudian karena bergabungnya salah satu Putra Cendana Bambang Triatmojo, namanya berubah menjadi PT. Royal Sentul Highland. Awalnya perusahaan ini mendekati kolaps, tetapi entah kenapa dengan kondisi yang hamper kolaps perusahaan tersebut bisa mengumpulkan banyak pemegang saham, dan pada tahun 1997, listing di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Beberapa nama besar yang bergabung sekarang adalah : Tommy Winata, Erry Firmansyah (Dirut BEJ sekarang), James Riady, dan lainnya, kemudian perusahhan tersebut berganti nama menjadi PT Bukit Sentul.

    Pada tahun 2005, PT Bukit Sentul digugat pailit oleh pembeli rumah di Cluster Taman Yunani , yang merasa dirugikan karena terlambatnya serah terima, Ny. Azelia Birer. Setelah kepailitan diangkat pada tahun 2007 PT Bukit Sentul berubah namanya menjadi PT Sentul City Tbk.

    Akibat terlalu banyak persoalan sengketa tanah dengan warga sekitar, pada tahun 1999, Kepala Badan Pertanahan Nasional, Hasan Basri Durin, membatalkan sertifikat PT Bukit Sentul, dikenal dengan Hak Guna Bnagunan (HGB) nomor dua Bojong Koneng seluas kurang lebih 1100 ha.

    Kemudian PT Bukit Sentul mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Anehnya walaupun tidak melibatkan warga yang terkena permasalahan dengan Bukit Sentul, tetapi PT Bukit Sentul bisa memenangkan kasus tersebut. Padahal permasalahan yang sebenarnya masih mengganjal di lokasi mengingat gambar situasi yang diterbitkan oleh Kakanwil BPN Wilayah Jabar, tidak mengukur keseluruhan karena tantangan dari masyarakat yang tanahnya ikut diukur. Sampai saat ini warga masih menunggu penyelesaian kasus haknya yang direbut PT Bukit Sentul.

    BalasHapus