Minggu, 14 Oktober 2007

Interior Perkantoran

Interior Perkantoran
Dari Citra sampai Produktivitas

KALAU Anda masuk ke sebuah kantor, apa yang pertama Anda lihat? Tata ruang kantor itu pastilah menjadi salah satu perhatian Anda. Kantor dengan tata ruang yang semrawut hampir pasti akan membuat klien atau tamunya berpendapat, kinerja kantor itu pun bisa jadi tak jauh berbeda dengan tampilan tata ruangnya.

OLEH karena itulah tata ruang sebuah kantor tak hanya harus membuat para pekerjanya nyaman menjalankan tugas, namun juga mampu menunjukkan citra diri yang ingin ditampilkan perusahaannya. Bahkan, bagi kantor-kantor yang bergerak di bidang jasa, seperti kantor pengacara, kantor notaris, dan bank, penampilan citra perusahaan lewat interior itu merupakan salah satu hal penting.

Mereka pun tak segan-segan menggunakan konsultan desainer interior untuk menata ruang kantornya, setidaknya mulai dari gerbang utama sampai ke ruang tamunya. Bahkan, untuk jenis bisnis yang memerlukan pembicaraan lebih intensif, misalnya pengacara, penataan interior amat diperhatikan sampai ke ruang kerja si pengacara.

"Mereka kan harus menghadapi berbagai macam klien, mulai dari yang urusannya satu jam selesai sampai yang mesti dilayani seharian. Jadi, ruang kantornya harus dibuat sedemikian rupa hingga nyaman untuk si pengacara, sekaligus bagi kliennya," kata Dedy Rochimat, Presiden Direktur Vinotindo Grahasarana, salah satu produsen interior perkantoran di Jakarta sejak tahun 1987.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cenderung menanjak sebelum krisis moneter juga membuka peluang munculnya bisnis interior perkantoran. Masuknya para pemodal asing yang membawa pula kebiasaan di negerinya mempengaruhi tata ruang perkantoran di Indonesia, terutama di kawasan Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi).

Adeline Monike, Manajer Pemasaran Datascrip Office Furniture & Filing Systems, perusahaan yang mulai mengisi mebel kantor sejak tahun 1974, mengatakan, seiring dengan datangnya para pekerja asing, mereka juga membawa perubahan pada cita rasa tata ruang kerja. "Dulu, tata ruang kantor nyaris seragam, bangku kayu, meja segi empat, dan lemari. Namun, sejak sekitar pertengahan tahun 1970-an itu, kantor perusahaan multinasional mulai menata ruangnya dengan desain dan pilihan mebel yang lebih beragam, lebih dinamis," ujarnya.

SEMAKIN terbukanya peluang berbisnis interior kantor seiring dengan semakin banyaknya pembangunan gedung-gedung perkantoran. Kalau dulu setiap kantor merasa perlu memiliki bangunan kantor sendiri, sejak tahun 1970-an kecenderungan itu mulai beralih kepada penyewaan ruang kantor di gedung-gedung pencakar langit.

Lingkup usaha kantor yang beragam jenisnya juga mempengaruhi segmentasi pasar yang dituju oleh para produsen interior kantor. Kalau dulu hanya perusahaan yang relatif besar merasa memerlukan jasa desainer interior dan pasokan mebel khusus untuk kantor, belakangan perusahaan berskala kecil pun ingin citra usahanya bisa muncul, antara lain lewat tata ruang kantornya.

Bervariasinya kebutuhan interior kantor juga melahirkan produsen interior kantor dari yang berharga ratusan ribu rupiah sampai puluhan juta rupiah. High-Point, salah satu produsen interior kantor, tampaknya lebih menyasar konsumen menengah dengan harga mebel ratusan ribu per unitnya.

"Kami semula berbisnis interior rumah tinggal, namun melihat peluang bisnis office furniture, maka pada tahun 1988 kami sepenuhnya beralih ke produksi furnitur kantor," kata Amir Jaya, Asisten Direktur Pemasaran High Point.

Dedy Rochimat menuturkan, tahun 1988 saat usahanya baru merangkak dia sudah mendapat pesanan beromzet sekitar Rp 25 juta dalam waktu kurang dari sebulan. Setelah itu, nyaris usahanya tak pernah sepi dari pesanan membuat interior kantor. Bahkan, sampai sekarang pun dia hanya membuat furnitur kantor sesuai dengan pesanan yang masuk.

"Omzet sebesar itu pada masa awal usaha membuat mata kami makin terbuka pada peluang di bidang interior perkantoran," cetusnya. Maka, Dedy pun semakin mantap untuk mengkhususkan diri pada penyediaan interior kantor, terutama untuk kantor berskala menengah ke atas atau berharga jutaan rupiah per unitnya.

Baik Dedy, Monike, maupun Amir tak bersedia menyebutkan omzet usahanya, namun mereka mengakui bahwa bisnis interior kantor relatif tak banyak pemainnya, sementara kebutuhannya makin beragam. "Selain kantor di gedung tinggi yang biasanya sewa dan cenderung memerlukan perubahan tata ruang sesuai keperluan bisnisnya, setelah krisis moneter 1998 makin banyak muncul kebutuhan tata ruang untuk small office home office," ujar Monike menambahkan.

PERMINTAAN pada desain dan interior tata ruang kantor pun belakangan ini semakin beragam. Kalau sekitar tahun 1980 sampai awal 1990-an orang cenderung menyukai penataan yang senada untuk semua ruang kantornya, belakangan ini justru sebaliknya. Setiap ruang ditata sesuai dengan kebutuhan suasana kerja karyawan.

Begitu banyaknya variasi permintaan pada interior kantor ini juga mempengaruhi bisnis dan produksi interior kantor. Untuk kursi kerja, misalnya, pilihan desain dan bahannya amat beragam, mulai dari kayu, metal, kulit, sampai bahan sintetis. Kursi itu pun masih dibedakan lagi menurut fungsinya karena kursi pengambil keputusan berbeda desain maupun bahannya dari kursi ruang rapat atau kursi sekretaris.

Dedy mencontohkan, tempat tamu yang biasanya berada di ruang terdepan kantor cenderung lebih luwes. Artinya, pilihan interiornya tak hanya sebatas satu set kursi tamu, namun meja sudut, partisi, meja pojok, sampai pernak-perniknya diatur sedemikian rupa hingga mencerminkan citra perusahaan.

"Pilihan warna tata interiornya disesuaikan dengan simbol atau warna perusahaan itu. Pertimbangannya, mereka ingin agar pilihan warna yang merupakan perwujudan dari filosofi perusahaan itu dapat meninggalkan kesan pada tamunya," ujar Dedy.

Pembagian ruang kerja pun semakin tertata. Misalnya, ruang kerja untuk karyawan dengan tugas pembukuan dipisahkan dengan ruang kerja bagi karyawan bagian pemasaran. Salah satu alasannya, menurut Monike, tugas yang berbeda bila disatukan akan mempengaruhi produktivitas kerja karyawan.

"Karyawan pemasaran itu relatif lebih banyak bergerak, sementara tugas pembukuan memerlukan ketenangan dan konsentrasi tinggi. Kalau ruang kerja mereka disatukan, lalu lalangnya karyawan pemasaran bisa memecahkan konsentrasi kerja karyawan pembukuan," katanya.

Kalau melihat dinamika usaha, bisnis interior perkantoran tampaknya tetap menjanjikan. Meski Dedy mengatakan, dari segi harga, produsen harus mampu bersaing, antara lain, dengan produk Cina. Dia mencontohkan, sebuah kursi yang pada tahun 1988 berharga sekitar Rp 900.000 kini hanya naik menjadi Rp 1,2 juta.

"Kalau dihitung dengan inflasi dan ongkos produksi lainnya, kenaikan harga itu pasti tidak signifikan. Makanya, kami harus putar otak supaya produksi lebih efisien. Sementara di sisi lain kuantitas penjualan perlu digenjot agar harganya bisa tetap bersaing," ucap Dedy yang menyebut masa keemasan bisnis produksi interior perkantoran adalah sekitar akhir tahun 1980-an hingga pertengahan 1990-an.

Sekarang, peluang yang terbuka antara lain diperoleh lewat citra baru yang ingin ditampilkan perusahaan. Mulai tahun lalu ada kecenderungan perusahaan ingin mengubah desain tata ruangnya mengikuti citra baru yang ingin ditunjukkan perusahaan itu. (CP)
Jasa Online Desain dan Pemborong Rumah 021-73888872

Desain Rumah Minimalis Design Interior Eksterior Jasa Renovasi Bangunan Arsitektur Moderen Gambar 3D Animasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar